Follow Up Pasien High Risk oleh Tenaga Kesehatan
Follow up pasien yang berisiko tinggi (high risk) oleh tenaga kesehatan (nakes) adalah suatu tindakan untuk memantau atau mengetahui keadaan pasien di lokasi desa atau kelurahan di mana pasien itu tinggal. Di SIMPLI ini, follow up yang dilakukan oleh nakes merupakan kelanjutan dari SMARThealth Baseline/Endline sehingga sering juga dikenal dengan SMARThealth yang berkelanjutan (sustainable SMARThealth).
Dalam SIMPLI ini, follow up pasien high risk yang dilakukan oleh dokter atau nakes dilaksanakan antara Maret sampai dengan Juli 2019. Pasien high risk akan dikumpulkan di suatu tempat, seperti di Posyandu, Posbindu atau di Balai Desa, guna mendapatkan pemeriksaan oleh dokter atau perawat maupun bidan desa yang telah mendapat delegasi kewenangan dari Puskesmas setempat. Pemeriksaan akan dilakukan setelah kader melakukkan follow up terlebih dahulu terhadap pasiennya, seperti melakukan pengukuran tensi, gula darah, mengukur tinggi badan maupun menimbang berat badannya. Hasil dari pengukuran oleh kader terlatih tersebut akan diserahkan kepada pasien untuk dibawa pada saat pemeriksaan oleh dokter atau nakes lainnya.
Semula pemeriksaan semacam ini belum ada. Pasien high risk disarankan untuk periksa ke Ponkesdes atau Puskesmas setempat. Namun dalam kenyataan di lapangan, pasien-pasien yang memeriksakan diri ke layanan kesehatan tersebut tidaklah sesuai yang diharapkan. Yang datang memeriksakan diri bisa dihitung dengan jari alias hanya segelintir orang saja. Hal ini tentunya jauh dari harapan program SMARThealth yang menginginkan pasien high risk tersebut bisa diperiksa oleh dokter maupun nakes lainnya. Banyak sebab memang!
Pengalaman inilah yang kemudian setelah didiskusikan dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang, Puskesmas maupun Ponkedes yang terdapat di wilayah tersebut untuk dilakukan ‘jemput bola’ dengan melakukan pemeriksaan di desa atau kelurahan tersebut. Karena program SMARThealth selaras dengan bagian progam PTM di Kabupaten Malang maka kegiatan tersebut akhirnya dimungkinkan dijalankan.
Pemeriksaan ini sebenarnya bukah hanya masalah fisik belaka, tapi yang jauh lebih penting adalah adanya health education oleh dokter maupun nakes dalam setiap kegiatan pemeriksaan ini.
Mindset seseorang yang awalnya berobat dilakukan jika seseorang mengalami keluhan sakit dan tubuh tidak mampu lagi berjuang melawan penyebab penyakit musti diganti dengan memberikan kesadaran kepada warga untuk mau datang ke dokter atau nakes walau sekedar check up ketika merasa sehat. Karena penyakit tidak menular (PTM) itu acapkali tidak menimbulkan keluhan di badan.
Berkunjung ke tenaga kesehatan (nakes) seringkali dianjurkan terhadap pasien yang memiliki risiko tinggi terkena penyakit kardiovaskular (CVD). Pasien high risk perlu melakukan kontrol secara berkala ke dokter atau nakes.
Kontrol dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artinya pemantauan, pengendalian, pengawasan. Berarti seseorang yang berisiko tinggi tidak dibiarkan begitu saja namun perlu dipantau kembali keadaan kesehatannya maupun perkembangan terapi untuk mencapai keadaan kesehatan tubuh yang diharapkan. Namun sayangnya kesadaran untuk kontrol kembali kadang kurang diperhatikan.
Sebagai contoh misalnya pada pasien dengan penyakit hipertensi atau masyarakat awam mengenalnya sebagai penyakit darah tinggi. Pada kasus di mana penyakit-penyakit terkait dengan sistem jantung dan pembuluh darah, maka pasien diharapkan taat dan disiplin mengikuti program pengobatan, Sayang sekali terkadang terjadi sebaliknya di mana pasien yang mendapat terapi anti hipertensi tidak datang kontrol kembali dengan alasan sudah merasa lebih baik. Padahal perlu dilakukan pengawasan teratur terhadap tekanan darah. Hal ini penting karena dokter atau nakes akan memantau perkembangannya terhadap pasien high risk. Bila dalam pantauan tersebut menunjukkan penurunan tensi yang secara teratur bukan mustahil kadar milligram obatnya akan dikurangi atau barangkali akan dihentikan oleh dokter atau nakes karena pasien yang berisiko tadi dinyatakan sembuh oleh dokter atau nakes. Sehingga dalam pemeriksaan berikutnya bisa jadi pasien tersebut sudah tidak mendapatkan obat-obatan lagi.
Hal ini berbeda dengan pasien yang sudah didiagnosis oleh dokter memang mengidap penyakit hipertensi. Kalau yang sudah dinyatakan mengidap hipertensi, pasien tersebut harus mengkonsumsi obat dalam waktu yang cukup lama atau bahkan seumur hidup. *** [060719]
0 Comments: