FGD dengan Kader Desa Sidorahayu
Usai dari kunjungan ke Puskesmas Pakisaji, kedua peneliti utama SMARThealth melakukan Focus Group Discussion (FGD). Istilah FGD atau kelompok diskusi terarah saat ini sangat populer dan banyak digunakan sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian sosial. Pengambilan data kualitatif melalui FGD dikenal luas karena kelebihannya dalam memberikan kemudahan dan peluang bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan memahami persepsi, sikap serta pengalaman yang dimiliki oleh responden/pesertanya.
FGD yang bertempat di Ponkesdes Sidorahayu ini tidak ditujukan kepada responden melainkan kepada kader Desa Sidorahayu. Tujuannya agar supaya kedua peneliti mendapatkan gambaran mengenai persepsi dan pengalaman yang dimiliki oleh kader.
Setelah kedua peneliti itu memperkenalkan diri, dr. Asri Maharani memulainya dengan menerangkan kepada kader mengenai apa itu SMARThealth. Kemudian baru mmuncul beberapa pertanyaan pancingan kepada kader yang hadir dalam pertemuan ini.
Dr. Asri Maharani bertanya kepada kader yang hadir, “Apa tugas kader di Posbindu?”
FGD yang bertempat di Ponkesdes Sidorahayu ini tidak ditujukan kepada responden melainkan kepada kader Desa Sidorahayu. Tujuannya agar supaya kedua peneliti mendapatkan gambaran mengenai persepsi dan pengalaman yang dimiliki oleh kader.
Setelah kedua peneliti itu memperkenalkan diri, dr. Asri Maharani memulainya dengan menerangkan kepada kader mengenai apa itu SMARThealth. Kemudian baru mmuncul beberapa pertanyaan pancingan kepada kader yang hadir dalam pertemuan ini.
Dr. Asri Maharani bertanya kepada kader yang hadir, “Apa tugas kader di Posbindu?”
“Mendaftar warga yang hadir di Posbindu, mengukur tensi, dan menimbang”, jawab Sri Ribut
“Kalau pemeriksaan gula darah”, lanjut dr. Asri Maharani
Sri Ribut sambil menunjuk Dimas Kurniawan, perawat yang juga hadir di situ, menjawab “Gula darah ditangani oleh perawat.”
Dr. Asri Maharani melanjutkan dengan pertanyaan “Kenapa yang datang di Posyandu Lansia kebanyakan ibu-ibu? Padahal bapak-bapak lebih banyak berisiko jantung tapi enggan untuk berobat?”
Sri Sukufi, seorang perangkat desa yang sekaligus menjadi kader Posyandu, mencoba menjawab pertanyaan dr. Asri Maharani.
“Karena bapak-bapak pada umumnya malas untuk periksa kalau tidak merasa sakit. Jadi, umumnya bapak-bapak akan periksa kalau memang sudah sakit.”
Kemudian dr. Asri Maharani melanjutkan dengan beberapa pertanyaan kepada kader.
“Menurut ibu-ibu, orang sakit jantung itu seperti apa gejalanya?”
“Biasanya tensi 175 sudah tidak bisa bernafas. Tensi tinggi, efeknya ke jantung. Jantungnya bisa bengkak, karena kalau darah tinggi tekanan udaranya akan berbeda”, jelas Sri Sukufi
“Bagaimana mengurangi risiko jantung?” lanjut dr. Asri Maharani
Rukhani, salah satu kader yang hadir yang mempunyai kolesterol tinggi karena suka makan gorengan maupun yang bersantan, menimpalinya.
“Olahraga secara teratur dan mengurangi kolesterol, seperti tidak makan santan. Dulu waktu masih bekerja, kolesterol saya belum terasa. Namun setelah di PHK dari pabrik rokok baru terasa sakitnya.”
Kemudian dr. Asri Maharani bertanya kembali kepada kader.
“Apakah pasien di sini memiliki kartu periksa?”
“Pasien di Posbindu atau Ponkesdes punya KMS tapi kartunya dipegang oleh kader”, terang Sri Ribut.
Setelah pertanyaan-pertanyaan tersebut, dr. Asri Maharani menjelaskan kepada kader bahwa sebelum dilakukan intervensi pada kegiatan SMARThealth ini, kader akan diberi pelatihan terlebih dahulu, seperti diajarkan bagaimana mengoperasikan aplikasi yang ada di tablet, cara mengukur tensi, dan bagaimana cara mengukur gula darah. *** [240516]
Foto FGD Kader Sidorahayu
|
|
|
|
0 Comments: