Hunting Alkes di Jakarta

Awal Juni 2016, saya mendapat tugas untuk mencari alat-alat kesehatan (alkes) untuk implementasi program SMARThealth di Jakarta. Fokus utamanya mencari Automatic Blood Pressure Monitor atau alat pengukur tekanan darah tinggi digital, dan lancet.
Sedianya yang diperlukan adalah alat pengukur tekanan darah yang ada fasilitas bluetooth yang bisa konek ke PC atau Tablet. Akan tetapi, pada saat melakukan hunting yang hampir sebulan lamanya itu sedikit mengalami kesulitan karena alkes seperti itu sulit ditemukan di Jakarta. Beberapa perwakilan distributor blood pressure yang saya kunjungi umumnya mengatakan belum ada atau masuk ke Indonesia alkes seperti itu. Misalnya OMRON maupun MicroLife. Bahkan perwakilan A & D Company Limited Indonesia Representative Office yang lisensinya dipegang oleh PT. Libra Emas Permata, juga mengatakan bahwa alat tensi seperti belum ada di Indonesia.


Mencari info di representative office

Di India, alat pengukur tensi tersebut memang sudah ada, dan digunakan dalam program SMARThealth di sana. Kemudian untuk lancet yang digunakan juga sedikit berbeda dengan yang di India. Hal ini karena lancet yang digunakan di India, selain masih mahal harganya juga harus indent terlebih dahulu.


Papan nama kantor yang dikunjungi

Kedua alkes yang masih cukup sulit untuk mencari di Indonesia itu akhirnya diganti dengan alkes yang masih memenuhi standar WHO dan mudah ditemukan di Indonesia. Untuk blood pressure, dipilihlah Automatic Blood Pressure Monitor merek OMRON seri HEM-7130. Sedangkan, lancetnya menggunakan blood lancets autoclick produk One Med Health Care.
Adapun alkes yang mudah ditemui di Indonesia adalah Multi-Monitoring System Autocheck (alat untuk tes kolesterol), FreeStyle Optium Neo (alat untuk mengukur gula darah). timbangan badan merek CAMRY yang digital, dan stature meter (alat ukur tinggi badan). Selain itu, juga diperlukan barang habis pakai, seperti Latex Medical Examination Gloves (sarung tangan), dan alcohol swabs.
Pembelian alkes itu sebagian dilakukan di Jakarta dan sebagian dilakukan di Malang. Namun, setelah program SMARThealth berjalan, alkes habis pakai dipesankan di Malang saja. Selain untuk langganan, juga mudah dan cepat pengiriman ke gudang Sekretariat SMARThealth di Kepanjen. ***[140616]

0 Comments:

Pertemuan Dengan Pejabat Struktural Dinkes

Puncak agenda dari rapid health service assessment peneliti SMARThealth adalah mengadakan pertemuan dengan pejabat struktural yang ada di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang. Tujuannya agar supaya dipahami pola layanan kesehatan atau medis di wilayah yang akan menjadi fokus SMARThealth di Kabupaten Malang.
Pertemuan ini digelar di Ruang Pertemuan Kepala Dinkes Kabupaten Malang di Jalan Panji No. 120 Kepanjen, Kabupaten Malang. Dihadiri oleh 12 orang pejabat struktural dari 22 pejabat struktural yang terdapat di lingkungan Dinkes Kabupaten Malang. Pembukaannya dilakukan oleh Sekretaris Dinkes mewakili Kepala Dinkes (Kadinkes) yang sedang tugas luar dan akan menyusul hadir, serta disaksikan oleh Tim SMARThealth.
Setelah itu, Devarsetty Praveen, MBBS, MD, Ph.D, seorang cardiologist dari the George Institute for Global Health, memaparkan mengenai SMARThealth kepada para hadirin yang ada di ruang pertemuan dengan menggunakan proyektor Focus, dan diterjemahkan langsung oleh dr. Asri Maharani, MMRS, Ph.D dari Fakultasw Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB), yang juga menjadi salah satu peneliti utama SMARThealth.
Dalam SMARThealth ini nanti akan ada 4 dokter dan 40 kader. Jadi, 4 kecamatan yang akan diimplementasikan program, yaitu Wagir (1 dokter, 1 perawat, 1 bidan, 7-8 kader untuk Desa Sidorahayu), Pakisaji (1 dokter, 1 perawat, 1 bidan, 7-8 kader untuk Desa Karangduren), Kepanjen (1 dokter, 1 perawat, 1 bidan, 7-8 kader untuk Kelurahan Kepanjen), dan Gondanglegi ( 1 dokter, 1 perawat, 1 bidan, 7-8 kader untuk Desa Sepanjang).
Nantinya dalam satu desa akan dikunjungi semua penduduk yang berusia 40 tahun ke atas. Dari data masing-masing desa/kelurahan itu diperkirakan akan dikunjungi 3.000 sampai 4.000 orang. Dari kunjungan itu, nanti kita akan bisa membedakan mana yang warna hijau, warna kuning, dan mana yang warna merah.
Yang warna hijau, penduduk yang dikunjungi dan diukur kesehatannya mengindikasikan bahwa orang tersebut tidak memiliki risiko terkena penyakit jantung. Warna kuning, berarti orang tersebut sudah harus berhati-hati dalam pola hidupnya karena sudah menandakan ada hasil pengukuran kesehatan yang bila tidak dibarengi pola hidup yang sehat akan mengalami kelak berisiko penyakit jantung. Sedangkan, yang warna merah berarti orang yang kita periksa itu sudah mengalami risiko terkena penyakit jantung sehingga polah hidupnya harus benar-benar terjaga secara kesehatan.
Paparan dari Tim SMARThealth ini akhirnya break dulu karena para hadirin ingin menunaikan sholat Jumat di masjid. Setelah usai sholat Jumat, kembali para hadirin berkumpul di ruang rapat Kepala Dinkes.
Praveen, Ph.D kemudian menayangkan sejumlah foto kegiatan SMARThealth di India. Kegiatan di sana memperlihatkan Systematic Medical Aprraisal, Referral and Treatment Persionalized health care for the management of NCDs in low and middle income countries. Artinya, cocok untuk diterapkan di Kabupaten Malang dalam pengelolaan penyakit tidak menular (PTM) khusunya penyakit jantung di negara berkembang yang mayoritas penduduknya masih berpenghasilan rendah dan menengah.
Setelah paparan yang dikemukan oleh Praveen, Ph.D selesai, kemudian dilakukan tanya jawab terhadap para hadirin yang hadir di alam ruangan itu.
Dari Tim SMARThealth mengajukan pertanyaan kepada pejabat struktural di Dinkes perihal pasien umum. Menurut Tajuddinoor, pasien umum periksa dasar gratis (plus obat). Kalau ada tindakan baru pasien itu membayar. Hal ini berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) yang ada.
Kemudian Nur Khulaillah, S.Si, Apt., dari bagian obat Dinkes, menjelaskan untuk stock obat dalam SMARThealth di 4 kecamatan akan terpenuhi sesuai obat yang ada dalam daftar di Puskesmas. Selain itu, juga dijelaskan bahwa dari jumlah Puskesmas yang ada di Kabupaten Malang, hanya ada 5 apoteker saja.
Setelah itu, gantian para hadirin yang menanyakan kepada Tim SMARThealth. Ada peserta yang menanyakan tindakan lanjutan dari proyek ini.
Dalam SMARThealth ini kita memakai guideline WHO. Nanti yang terlibat dalam proyek ini akan ada intensif karena adanya beban kerja.

Nur Khulaillah, S.Si, Apt., bertanya: “Obat yang tidak ada, bagaimana solusinya?”

“Kalau memang menurut dokter di Puskesmas tidak ada, tidak menjadi masalah?” terang dr. Asri Maharani

Kemudian Tajudinnoor menanyakan: “Apa peran Dinkes dalam proyek ini?”

“Membantu pelaksanaan riset ini, seperti melakukan promosi kesehatan dan sebagainya”, jawab Sujarwoto, Ph.D

Setelah rangkaian pertemuan ini paripurna. Tim SMARThealth mohon diri untuk kembali ke Kampus UB. *** [270516]


Foto Pertemuan Tim SMARThealth dengan Jajaran Struktural Dinkes

 
Pertemuan Tim SMARThealth dengan Dinkes

Pertemuan Tim SMARThealth dengan Dinkes

Pertemuan Tim SMARThealth dengan Dinkes

Pertemuan Tim SMARThealth dengan Dinkes

Pertemuan Tim SMARThealth dengan Dinkes

Pertemuan Tim SMARThealth dengan Dinkes

Pertemuan Tim SMARThealth dengan Dinkes


0 Comments:

Kunjungan awal ke Poliklinik Karangduren

Setelah kunjungan di Ponkesdes Karangduren, peneliti SMARThealth diajak oleh Bidan Evi Maria mengunjungi Poliklinik Karangduren yang jaraknya sekitar 1 kilometer dari ponkesdes. Poliklinik ini merupakan tempat praktek seorang perawat yang ditugaskan di Desa Karangduren.
Poliklinik Karangduren buka prakteknya tertentu saja. Jadwalnya disesuaikan dengan longgarnya tugas perawat di Puskesmas Pakisaji. Hal ini dikarenakan tenaga medis yang ada di Puskesmas Pakisaji memang masih terbatas, sehingga masih perlu menugaskan perawat dan bidan yang ditugaskan di desa-desa di wilayah kerja Puskesmas Pakisaji, dan pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang pun meminta yang harus proaktif bukanya ditekankan kepada Ponkesdesnya.
Sayangnya, ketika peneliti SMARThealth berkunjung ke Poliklinik Karangduren yang didampingi oleh Bidan Evi Maria, tidak bisa bertemu dengan perawat Evi Dyah Prahesti yang membawahi poliklinik tersebut. Karena perawatnya sedang tugas piket di Puskesmas Pakisaji.
Menurut Bidan Evi Maria, Poliklinik Pakisaji ini dibangun oleh Bea Cukai dari hasil kompensasi dari cuka rokok yang terdapat di Kecamatan Pakisaji. Gedung, mebelair plus peralatan kesehatannya, semuanya dari hasil kompensasi tersebut. *** [260516]


Foto Kunjungan ke Poliklinik Karangduren 

Papan nama poliklinik

Trio peneliti

Alamat poliklinik

Sedang tutup


0 Comments:

Kunjungan awal ke Ponkesdes Karangduren

Agenda hari ini, tanggal 26 Mei 2016 adalah melakukan kunjungan ke Ponkesdes Karangduren. Kunjungan ini merupakan kunjungan awal ke ponkesdes itu, dan setelahnya juga mau melakukan kunjungan ke Poliklinik Karangduren.
Dalam kunjungan itu, peneliti SMARThealth yang terdiri dari dr. Asri Maharani, MMRS, Ph.D, Sujarwoto, S.IP, M.Si, MPA, Ph.D, dan D. Praveen, MBBS, MD, Ph.D disambut oleh Bidan Evi Maria. Menurut Bidan Evi Maria, di lingkungan Puskesmas Pakisaji ini terdapat perbedaan dengan lingkungan puskesmas lainnya yang ada di Kabupaten Malang. Jam kerja, tidak berani menarik uang, dan obatnya biasanya diberikan selama tiga hari. Hal ini karena Kepala Puskesmas Pakisaji mengajarkan kejujuran. Jadi, setornya sesuai apa adanya. Tidak ada target. Akan tetapi, mengenai pemeriksaan lanjutan, perlakuannya sama dengan puskesmas lainnya. Gula darah 15 ribu, kolesterol 20 ribu.
Kondisi geografis di Desa Karangduren, wilayahnya luas dan dusun-dusunnya memencar. Lahannya masih banyak yang digunakan untuk tanaman tebu. Sehingga, kegiatan Posbindu mengikuti kegiatan di Posyandu. Di setiap Posyandu sudah ada kadernya masing-masing.
Dalam menjalankan kegiatannya itu, kader di Desa Karangduren mendapatkan intensif sebesar 750 ribu per tahun dari Kepala Desa (Kades), dan 25 ribu per bulan dari Puskesmas Pakisaji. Namun, Kades Karangduren meminta PKB, jemantik harus jalan. Juru jemantik biasanya 10 rumah tapi kalau ada kasus bisa lebih.
Kader biasanya siap pukul 07.00 WIB sampai dengan 13.00 setiap ada kegiatan Posyandu. Untuk pertemuan kader minimal dilakukan 4 kali dalam satu bulan dengan petugas kesehatan yang ditempatkan Puskesmas Pakisaji di Desa Karangduren.
Menurut Bidan Evi Maria, kader di Karangduren sudah terbiasa menggunakan tensi digital. Jadi, menurutnya, kader Karangduren juga akan mudah dilatih untuk mengambil darah bila ada pengukuran gula darah maupun kolesterol kelak bila program SMARThealth ini sudah mulai berjalan.

“Kader di sini juga mendapatkan pelatihan selama 2 kali dalam setahun. Umumnya selama dua hari” terang Bidan Evi Maria.

Semenjak tahun 2016, per kader mulai disendirikan. Kader ibu anak sendiri, kader lainnya juga sendiri. Pelatihannya pun berdasarkan programnya. Misalnya Bidan Evi Maria khusus untuk balita.

Salah seorang peneliti menanyakan kepada Bidan Evi Maria.

“Kalau mengenai Posbindu di Karangduren bagaimana?”

“Posbindu di sini kurang berjalan, tapi yang berjalan Posyandunya” jawab Bidan Evi Maria.

Pihak Puskesmas Pakisaji sebenarnya meminta Posyandu Balita dan Posyandu Lansia berjalan sendiri-sendiri akan tetapi Kadesnya kurang berkenan. Inginnya Kades, kegiatan posyandu tersebut dibarengkan saja. Kunjungan Posyandu yang banyak, ada sekitar 40 – 60 orang.
Selain itu, Bidan Evi Maria juga menambahkan bahwa di puskesmas perawat akan piket selama 8-10 kali karena di Puskesmas Pakisaji ada layanan UGD. Sedangkan, untuk bidan ada 6 kali piket dalam seminggu. Kalau pas piket ada tambahan 10 ribu untuk uang makan. *** [260516]


Foto Kunjungan ke Ponkesdes Karangduren 

Diskusi

Praveen masuk ruangan

Dr. Sujarwoto mendengarkan penjelasan bidan

Wilayah kerja Puskesmas Pakisaji

Alur layanan

Peta Karangduren

Foto kegiatan

Pembangunan Ponkesdes

Diskusi di luar

Menjelang pamitan


0 Comments:

Dinner di Warung Steak & Shake Malang

Dalam perjalanan berikutnya setelah dari Malang Town Square, peneliti SMARThealth mampir untuk melakukan dinner atau makan malam. Lokasi dinner yang dipilih adalah tempatnya yang berada searah dalam perjalanan pulang. Ada yang di UB Guest House, Mojolangu dan Sawojajar.
Mereka pun akhirnya memilih dinner di Waroeng Steak & Shake yang berada di Kelurahan Penanggungan, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Lokasinya berada di sebelah timur Taman Makam Pahlawan Untung Suropati.


Trio peneliti SMARThealth

Waroeng Steak & Shake merupakan lokasi kuliner yang menyajikan varian steak sebagai sajian utamanya. Varian steak di sini disajikan di atas hot plate dan menjadi salah satu ciri khas Waroeng Steak & Shake. Menggunakan nama Waroeng, lokasi kuliner ini ingin membangun image bahwa menu steak dapat disajikan dengan harga yang terjangkau.
Mereka pun kemudian pesan lima. Tiga untuk peneliti, satu untuk saya, dan satunya lagi untuk sopir mobil rental yang mereka tumpanginya. Minumnya pesan juice.
Sambil menyantap steak, ketiga peneliti membicarakan agenda berikutnya dalam rapid health service assessment untuk esok harinya. *** [250516]

0 Comments:

TeaPresso Dulu

Dua agenda peneliti SMARThealth pada 25 Mei 2016 memang cukup melelahkan bagi mereka. Kunjungan ke Ponkesdes Sepanjang dan Dinkes Kabupaten Malang telah memakn waktu hampir lima jam secara berantai. Sehingga, dalam perjalanan pulang ke Kota Malang, mereka sempat mampir di Malang Town Square, sebuah mall di dekat Kampus Universitas Brawijaya.


Peneliti India & Peneliti Universitas Brawijaya

Mereka singgah di mall bukan karena mau JJS (Jalan-jalan Sore) tapi lantaran dr. Asri Maharani perlu obat untuk lambungnya yang sedang kambuh setelah keforsir dalam kegiatan tadi. Dr. Asri Maharani kemudian mencari apotek yang ada di dalam mall tersebut untuk membeli obat yang sudah kerap dibeli di situ.
Lalu, Sujarwoto, Ph.D dan Praveen kemana? Ternyata mereka berdua menunggu dr. Asri Maharani di outlet Teapresso yang ada di dalam mall itu. Teapresso adalah Authentic Taiwanese Tea. Sambil menunggu mereka ‘mojok’ dengan segelas minuman produk Teapresso. Mojok adalah kata dari bahasa Jawa yang artinya duduk di pojok. Karena, outlet Teapresso berada di sudut mall.


Pesan 4 minuman

Mojoknya kedua peneliti itu berbeda dengan mojoknya kawula muda pada umumnya. Mojoknya mereka, di tengah waktu menunggu, adalah minum produk Teapresso sambil diskusi dari hasil kunjungan tersebut. Time is money.
Setelah dr. Asri Maharani memperoleh obat yang dibutuhkan, ia pun langsung bergabung dengan mereka karena sudah dipesankan segelas minuman. Setelah itu, perjalanan pun dilanjutkan. *** [250516]

0 Comments:

Bertemu dengan Jajaran Dinkes

Sebelumnya peneliti pernah bertemu dengan Kepala Bidang Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit (Kabid P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kab. Malang. Kunjungan kedua peneliti dari Universitas Brawijaya (dr. Asri Maharani, MMRS, Ph.D dan Sujarwoto, S.IP, M.Si, MPA, Ph.D) yang didampingi oleh Devarsetty Praveen, MBBS, MD, Ph.D dari India untuk menemui sejumlah jajaran di Dinkes Kabupaten Malang.
Kali ini kunjungan dimulai dengan bertemu dr. Ratih Maharani, MMRS. Pada pertemuan itu, dr. Asri Maharani dan Dr. Sujarwoto menerangkan perihal SMARThealth kepada dr. Ratih Maharani, MMRS. Beliau adalah Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan & Peningkatan Kesehatan Masyarakat pada Dinkes Kab. Malang.
Kehadiran Tim SMARThealth disambut dengan hangat meski awalnya dianggap mau menawarkan produk obat-obatan atau sejenisnya. Setelah melalui silaturahmi, akhirnya penjelasan dari dr. Asri Maharani dan Dr. Sujarwoto bisa mencairkan suasana dan komunikasi pun akhirnya mengalir dengan sendirinya. Terlebih, dr. Ratih Maharani, MMRS adalah teman kuliah dr. Asri Maharani, sewaktu mengambil S2.


Diskusi dengan dr. Ratih Maharani, MMRS

Setelah itu, dr. Ratih Maharani, MMRS menghadirkan Sekretaris Dinkes dan Kasie Pengelolaan Obat & Pengawasan Farmasi, Nur Khulaillah, S.Si. Apt, di ruangan atas permintaan Tim SMARThealth terkait akan ada kegiatan di Dinkes pada tanggal 27 Mei 2016, dan keingintahuan akan tata kelola obat di lingkungan Dinkes Kaupaten Malang.
Setelah mereka hadir di ruangan tersebut, terjadilah dialog yang dinamis antara dr. Asri Maharani yang didampingi Dr. Sujarwoto bersama Praveen dengan Sekretaris Dinkes dan Kasie Pengelolaan Obat & Pengawasan Farmasi.
Pada dialog tersebut berintikan pemberitahuan akan adanya pertemuan dengan sejumlah pejabat struktural di lingkungan Dinkes Kabupaten Malang terkait akan adanya kegiatan SMARThealth, dan juga mengenai bagaimana pola distribusi obat dari Dinkes kepada Puskesmas-Puskesmas yang ada di Kabupaten Malang.


dr. Praveen turut menyimak

Sekretaris Dinkes pada dasarnya menyambut dengan baik akan adanya pertemuan dan kegiatan SMARThealth di Kabupaten Malang, yang sebenarnya juga sudah dimulai oleh Dr. Sujarwoto bertemu dengan Kadinkes sebelumnya. Jadi, segera bisa mengkondisikan dengan dibantu oleh dr. Ratih Maharani, MMRS.
Selanjutnya, dr. Asri Maharani dan Dr. Sujarwoto menanyakan perihal tata laksana perobatan di lingkungan Dinkes Kab. Malang.
Kasie Pengelolaan Obat & Pengawasan Farmasi, Nur Khulaillah, S.Si. Apt, pun menjelaskan kepada Tim SMARThealth. Pada dasarnya, obat untuk penyakit tidak menular, seperti hipertensi, diabetes, dan lain-lain, menggunakan guideline yang ditetapkan oleh WHO namun juga harus disesuaikan dengan anggaran yang ada.
Lebih lanjut, Nur Khulaillah, S.Si. Apt., menjelaskan bahwa anggaran untuk kebutuhan obat berasal dari DAK, Pemkab serta sumber JKN yang dari Pusat tapi tidak menentu sekarang.


Bagan struktur Dinkes

Selain itu, Nur Khulaillah, S.Si. Apt., juga menjelaskan tidak adanya Kasie Kuasa Pengguna Anggaran & SDM yang bersertifikat. Pada tahun 2016, obat yang tidak tersedia di gudang obat, dipersilakan untuk membeli untuk kebutuhan satu bulan saja. Sumber uangnya berasal dari JKN. Namun, penyerapan anggarannya sulit, karena ketiadaan Kuasa Pengguna Anggaran & SDM yang bersertifikat tadi.
Di Kabupaten Malang ini terdapat 39 Puskesmas di mana setiap Puskesmas akan menerima 10 kali distribusi obat. Jadi, dari 39 Puskesmas tersebut akan terjadi 390 kali pendistribusian obat. Obat-obatan untuk hipertensi berasal dari Pemkab, bukan dari JKN, sehingga sulit untuk menyediakan apabila sewaktu-waktu habis.
Terkait hal ini dr. Asri Maharani dan Dr. Sujarwoto menerangkan bahwa dalam kegiatan SMARThealth ini akan memerlukan banyak obat. Berapa persen kah pasien dari penderita hipertensi?
Nur Khulaillah, S.Si. Apt., pun menjawabnya bahwa dari 2,5 juta penduduk Kab. Malang yang terindikasi hipertensi ada 17 – 25%. Namun kalau untuk memenuhi kegiatan SMARThealth di 4 Puskesmas yang ada di Kabupaten Malang dipastikan cukup. *** [250516]


0 Comments:

FGD dengan Kader Desa Sepanjang

Agenda kedua peneliti utama SMARThealth Extend Indonesia pada 25 Mei 2016 adalah melihat kegiatan rutin Posbindu yang digelar di Ponkesdes Sepanjang dan senam sehat di Pendopo Desa Sepanjang, yang masih satu halaman, serta melakukan Focus Group Discussion (FGD).
Dalam kegiatan ini, kedua peneliti Indonesia mendapat kunjungan dari Devarsetty Praven, MBBS, MD, Ph.D. Praveen adalah Senior Research Fellow the George Institute for Global Health yang menjadi Program Head pada SMARThealth ini. Perlu diketahui bahwa program SMARThealth ini merupakan kolaborasi dari ilmuwan Australia, India, dan Indonesia. Dalam pilot project ini, peneliti dari Universitas Brawijaya akan menyesuaikan dan menerapkan SMARThealth di Kabupaten Malang dengan tenaga kesehatan dan pekerja perawatan kesehatan non-tenaga kesehatan (kader) terlatih.
Dr. Asri Maharani, dr. Praveen, dan Dr. Sujarwoto melihat dari dekat kegiatan Posbindu di Desa Sepanjang. Banyak terlihat warga begitu antusias untuk menunggu giliran pemeriksaan yang dilakukan seorang perawat bernama Ilham Tri Wicaksa dengan dibantu oleh seorang bidan dan beberapa kader yang ada.
Dr. Asri Maharani, dr. Praveen, dan Dr. Sujarwoto dalam kesempatan ini juga sempat bertemu dan bersilaturahmi dengan Kepala Desa Sepanjang dalam pemeriksaan tersebut. Tak hanya menyaksikan pemeriksaan saja, mereka juga meninjau kegiatan senam sehat yang dilakukan oleh warga yang hadir di Posbindu dengan instruktur senam dari calon perawat yang sedang magang di Ponkesdes Sepanjang. Selain instruktur, juga terdapat layar untuk menayangkan visualisasi gerakan senam tersebut.
Tak mau kalah, Dr. Sujarwoto dan dr. Asri Maharani pun bergabung menggerakkan badannya di kerumunan warga yang sedang melakukan senam.
Setelah kegiatan Posbindu selesai, selanjutnya dilakukan FGD terhadap kader-kader Posbindu di Desa Sepanjang dengan mengambil lokasi di ruang tunggu Ponkesdes Sepanjang. Dalam FGD ini dipandu oleh Dr. Sujarwoto dan dr. Asri Maharani secara bergantian atau saling melengkapi.

“Apa yang dilakukan kader pada kegiatan Posbindu ini?” tanya Dr. Sujarwoto

Salah seorang kader yang hadir menjelaskannya, “Membantu Pak Ilham (nama perawat yang memeriksa semua warga yang hadir di Posbindu).”

“Membantu apa?” ingin tahu lebih lanjut dari peneliti.

“Pertama, melakukan pendaftaran warga yang akan memeriksakan diri di Posbindu ini. Setelah itu, membantu mengukur lingkar pinggang, lingkar pinggul dan mengukur tensi”, tukas kader peserta FGD.

Kemudian Dr. Sujarwoto memaparkan peralatan yang akan digunakan untuk SMARThealth melalui FGD Kader di Desa Sepanjang.

Dari paparan tersebut, dimungkinkan kader akan bisa dilatih untuk penggunaan alat-alat tersebut, khususnya cara pengambilan darah untuk tes gula darah dan kolesterol serta penggunaan Tablet (smartphone) untuk menginput hasil pengukuran tersebut.

Lalu, Dr. Sujarwoto melanjutkan dengan pertanyaan lagi.

“Apakah ibu-ibu sebagai kader mendapatkan intensif?”

Pimpinan seorang kader berusaha menjelaskan.

“Dari desa, kami diberi Rp 15.000,-/bulan dan dari Dinas Kesehatan Rp 25.000/bulan. Biasanya diberikan 3 bulan sekali atau lebih. Kalau setahun sekali berjumlah Rp 300.000,-“

“Nanti rencananya tidak semua kader di Desa Sepanjang akan dilibatkan pada kegiatan SMARThealth ini. Nanti akan diperlukan antara 7 sampai 8 kader saja. Menurut ibu-ibu, apakah kader yang lainnya tidak akan iri?” terang Dr. Sujarwoto.

“Sebenarnya kalau tahu akan diberi intensif akan iri, tapi kalau tahu pekerjaannya kemudian mereka akan mengerti. Dulu waktu membuat peta, ya tida ada yang iri. Per rumah/KK Rp 3.000,- Kalau di rumah ada 3 KK ya Rp 9.000,- Kader yang akan mendata di rumah-rumah meminta kartu identitas. Yang turun lapangan harus dibekali kartu tanda pengenal. Sebelum masuk ke wilayah tersebut, kader melakukan sosialisasi terlebih dahulu lewat kumpulan, seperti PKK, pengajian, dan sebagainya. Biasanya kader yang akan melaksanakan sudah ada pembagian wilayahnya dari 58 RT dan 4 RW yang ada di Desa Sepanjang” papar pimpinan kader itu.

“Apakah ibu-ibu pernah mendapatkan pelatihan”, seloroh Dr. Sujarwoto

“Pernah! Pelatihan HIV, TB, Contra War selama dua hari. Pelatihannya di hotel.”

Beberapa kader sambil tertawa lebar, agak malu-malu, mengutarakannya.

“Kader desa koq pelatihan di hotel?”

“Penyelenggaranya adalah Dinkes Kabupaten Malang.”

Ada salah satu kader yang menerangkan lebih lanjut.

“Di hotel, satu kamar tidur untuk bertiga.”

Kader yang lainnya malah semakin terbahak-bahak.

Selain itu, setiap tiga bulan sekali dilakukan refreshing di Puskesmas untuk Ibu Anak dan kesehatan gigi. Terkadang juga tidak di Puskesmas maupun hotel, pernah juga di warung Zam-Zam. Hal ini tergantung dari penyelenggaranya, kader tinggal datang saja. Kader yang menghadiri training ini berasal dari berbagai desa dalam satu kecamatan. Yang memberikan materi training biasanya adalah dr. Hardi dari Dinkes Kabupaten Malang.

Dr. Sujarwoto kemudian lanjut menanyakan lagi kepada para kader karena masih ingin tahu dan menggali lebih banyak lagi.

“Kalau pelatihan jantung dan kencing manis?”

“Pelatihan kencing manis dan jantung belum pernah”, seloroh seorang kader.

“Kegiatan ibu-ibu selain menjadi kader, apa?”

“Kader pada umumnya ibu rumah tangga. Kalau pun bekerja, biasanya bekerja di rumah. Seperti menjahit atau jualan sembako di rumah.”

“Menurut ibu-ibu, menjumpai warga di sini bagaimana?”

“Waktu luang warga biasanya pada sore hari. Karena kebanyakan warga di sini adalah petani dan buruh”, jelas seorang kader.

“Nanti di tablet yang dipegang ibu-ibu ada videonya untuk melakukan promosi kesehatan terhadap warga. Menurut ibu-ibu, sebaiknya video yang bagaimana?”

Dr. Asri Maharani memperlihatkan tablet milik Praveen yang berisi video kegiatan di India.

Seorang kader lainnya mengajukan usul untuk menjawab pertanyaan Dr. Sujarwoto.

“Sebaiknya videonya dari Dinkes yang ngomong, dan menggunakan bahasa Indonesia.”

“Selain itu, untuk promosi kesehatan sebaiknya bagaimana?” lanjut Dr. Sujarwoto.

“Brosur, pamflet, banner sudah ada. Dulu di PKK dan Dasa Wisma disiarkan “Dompet Sehat”. Demo makanan sehat tapi disisipi jualan panci.”

Jawaban salah seorang kader ini akhirnya mengudang gelak tawa dari kader lainnya.

“Biasanya pola kerja kader di lapangan seperti apa?”

Pimpinan kader berusaha menjelaskan kepada kedua peneliti SMARThealth yang disaksikan oleh Praveen.

“Kader yang dilatih biasanya sama teman-teman di lapangan. Kader biasanya bekerja sama, seperti antar kader, dengan RT, dan sebagainya.”

“Karena sering kita datang, dikira minta sumbangan”, timpal kader yang lainnya.

“Banyak cara pokoknya. Dengan RT, RW maupun tokoh masyarakat.”

“Bagaimana layanan pasien di Posbindu atau Ponkesdes?” lanjut Dr. Sujarwoto.

Dalam pertanyaan ini, kader agak mengalami kesulitan menjawabnya. Sehingga, perawat yang hadir di situ coba membantu menjelaskan kepada peneliti.

“Pasien BPJS tidak gratis untuk pemeriksaan, karena alat-alat kesehatannya mengadakan sendiri. Kalau mau gratis disarankan ke Puskesmas. Kalau obatnya bisa diklaimkan ke Puskesmas. Kalau sore periksa untuk semua pasien, baik umum maupun peserta BPJS, membayar Rp 25.000,- sudah plus obatnya. Setoran ke Puskesmas adalah setoran wajib. Sebulan targetnya untuk perawat adalah 60 pasien, sedangkan bidan adalah 70 pasien.”

Kemudian Praveen menunjukkan animasi yang terdapat di dalam laptopnya, sambil menjelaskannya dengan dibantu translate oleh dr. Asri Maharani.

Setelah itu, sambil menyegarkan pertanyaan-pertanyaan sebelumnya Dr. Sujarwoto berusaha mengajukan pertanyaan lagi kepada kader.

“Ibu-ibu yang hadir di sini memang semuanya kader ya?”

“Ya. Kader semuanya!” jawan kader dengan kompaknya.

“Tadi peran utama kader di Posbindu apa?”

“Mendaftar, tensi, lingkar pinggang dan lingkar pinggul. Kalau di Posyandu atau Posyandu Lansia ada 5 meja. Yang nimbang sendiri, yang penyuluhan sendiri. Dan sering dioplos-oplos agar kader bisa semua.”

Kader yang lainnya menambahkan.

“Seragam untuk kader selalu berganti-ganti. Tiap tahun dikasih seragam dari kantor desa, karena setiap tahu ukuran tubuh kader sudah berubah.”

Jawaban kader ini diiringi suara ketawa bidan Hermin Ningsih yang kebetulan tubuhnya tergolong tambun.

Setelah FGD ini kelar, kedua peneliti Indonesia dan Praveen pun mohon diri untuk melanjutkan langkah untuk berkunjung ke Dinas Kesehatan Kabupaten Malang. *** [250516]


Foto Kegiatan di Ponkesdes Sepanjang

 
Praveen di Ponkesdes Sepanjang

Pak Ilham memeriksa warga

Obat-obatan

Trio peneliti di kegiatan Posbindu

Alat tes gula darah dan kolesterol

Dr. Sujarwoto berdialog dengan bidan

Kades Sepanjang, Praven, dan dr. Asri

Peserta senam lansia

Dr. Sujarwoto & dr. Asri ikut senam

Kepala Desa ikut periksa

Semua perangkat desa juga ikut periksa

Dr. Sujarwoto memberikan arahan

dr. Asri & Praveen turut dalam menjelaskan SMARThealth

FGD dengan kader

Foto bersama


0 Comments:

Kunjungan awal ke Puskesmas Kepanjen

Usai kunjungan di Puskesmas Wagir Bawah, kedua peneliti utama SMARThealth melanjutkan langkah menuju ke Puskesmas Kepanjen. Kunjungan ke Puskesmas Kepanjen ini merupakan kunjungan awal yang dilakukan oleh peneliti SMARThealth.
Kunjungan ini, pertama-tama, kedua peneliti utama SMARThealth ingin berkenalan dengan Kepala Puskesmas Kepanjen. Kemudian dr. Asri Maharani, MMRS, Ph.D menjelaskan tentang SMARThealth kepada Kepala Puskesmas Kepanjen, dr. Sri Kartika Rachmawanti.
SMARThealth akan membantu untuk mengukur masyarakat yang memiliki risiko kardiovaskular. Sasarannya adalah setiap warga yang berumur 40 tahun ke atas yang berdomisili di daerah tersebut.
Untuk menentukan hal ini, nantinya dokter, perawat, bidan dan kader akan dibekali tablet yang berisi aplikasi yang akan diterapkan pada program SMARThealth.
Dalam penggunaan tablet ini nanti akan ada pelatihan untuk dokter, perawat dan kader. Responden yang akan dikunjungi adalah warga yang berumur 40 tahun ke atas dan jumlahnya sekitar 3.000 responden untuk setiap desanya.
Kegiatannya meliputi survey dan intervensi. Pelaksanaannya survey dulu yang akan dilakukan oleh enumerator, baru kemudian dilakukan intervensi yang akan dilakukan oleh kader, perawat maupun dokter.
Dalam mengukur risiko kardiovaskular ini memakai guideline WHO yang diamanatkan untuk negara berkembang.
Menurut dr. Sri Kartika Rachmawanti, kendala utamanya di Puskesmas Kepanjen biasanya ada pada obat. Pasien sering dirujuk ke rumah sakit lantaran pengadaan obat yang tidak lengkap. Misal: dari 7 obat yang diminta puskesmas ternyata cuma diberi 3 jenis saja.
Di Kecamatan. Kepanjen ini ada 18 desa dan jumlah penduduknya ada 107.000 orang. Mengenai penentuan desa mana yang akan dipilih, dr. Sri Kartika Rachmawanti selaku Kepala Puskesmas Kepanjen meminta waktu untuk memikirkan hal ini beserta pemilihan perawat, bidan maupun kader yang akan menyukseskan kegiatan SMARThealth di lingkungan Puskesmas Kepanjen. *** [240516]


Foto Kunjungan ke Puskesmas Kepanjen 

Menuju Ruang Kepala Puskesmas

Di Ruang Kepala Puskesmas

Banner informatif Puskesmas


0 Comments:

Kunjungan awal ke Puskesmas Wagir Bawah

Selesai FGD dengan kader Desa Sidorahayu, kedua peneliti utama SMARThealth melakukan kunjungan awal ke Puskesmas Wagir Bawah. Kata “bawah” yang disematkan untuk menunjuk Puskesmas ini memang adanya cuma di Wagir. Istilah bawah ini lahir dari kesejarahan puskesmas tersebut.
Semula puskesmasnya memang ada di sini tapi karena sudah tidak memuat untuk layanan kesehatan maupun medis lainnya, akhirnya Pemkab Malang membangun perluasan gedung Puskesmas. Akan tetapi karena tidak bisa satu lahan, maka dari situ muncullah istilah Puskesmas Wagir Atas dan Puskesmas Wagir Bawah.
Puskesmas Wagir Bawah ini sekarang diperuntukkan untuk pasien yang rawat inap karena memang peralatan untuk rawat inap sudah ada di gedung bawah ini sebelumnya. Sedangkan yang Puskesmas Wagir Atas digunakan untuk layanan non rawat inap.
Pertemuan di Puskesmas Wagir Bawah ini memang bernuansa ‘spesial’. Dokter yang membawahi puskesmas ini memang berkeinginan menekuni dalam masalah perjantungan, dan sama-sama alumni FKUB seperti dr. Asri Maharani. Jadi, dialognya pun mengalir dengan sendirinya.
Menurut dr. Dyah Ayu Ike Ningrum, untuk melihat risiko kardiovascular menggunakan Fremingham Heart Study. Kalau pasien baru harus diskrining total. Fremingham memang belum dibakukan di Indonesia melainkan akan, tetapi WHO yang sudah membakukan untuk negara berkembang.
Kemudian oleh dr. Asri Maharani ditanyakan juga perihal kebutuhan obat nantinya yang akan jauh meningkat setelah diterapkan SMARThealth. Menurut dr. Dyah Ayu Ike Ningrum, biasanya turunnya obat tidak sesuai dengan e-Catalog.
Sujarwoto, S.IP, M.Si, MPA, Ph.D menanyakan apakah dokter melakukan promosi? Jawab dr. Dyah Ayu Ike Ningrum, sebulan sekali Posyandu Lansia mengadakan promosi berupa penyuluhan.
Di sela-sela dialog, dr. Dyah Ayu Ike Ningrum memberitahukan bahwa di Tumpang banyak pasien berisiko jantung.
Sebagai penutup dialog, dijelaskan oleh dr. Asri Maharani bahwa akan ada intensif bagi dokter yang menangani SMARThealth ini, serta akan ada pelatihan untuk mengoperasikan aplikasi SMARThealth. *** [240516]


Foto Kunjungan ke Puskesmas Wagir Bawah

Papan Puskesmas Wagir Bawah

Bertemu tenaga medis Puskesmas

Diskusi dengan tenaga medis Puskesmas

Laborat Puskesmas

Petugas Laborat

Loket Puskesmas

Tas Perawat untuk Posbindu

Perlengkapan di dalam tas

Perlengkapan di dalam tas

Perlengkapan di dalam tas

Perlengkapan di dalam tas

Model timbangan yang digunakan


0 Comments: